dr. Agung Firmansyah Tegaskan Kaum Penyandang Disabilitas Miliki Hak yang Sama

KABARHARMONI | BANDUNG, – Anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Bandung, dr. Agung Firmansyah Sumantri, Sp.PD., KHOM., MMRS., FINASIM., menerima kunjungan Komunitas Tuli dari Yayasan Jendela Tuli Indonesia, di Gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Senin, 20 Januari 2025.

Saat menerima kunjungan, dr. Agung berkesempatan mempelajari komunikasi dan aksesibilitas melalui bahasa isyarat dari salah seorang aktivis Yayasan Jendela Tuli Indonesia, Asri Anggraeni Putri.

“Komunitas Tuli ini adalah kumpulan orang-orang hebat, karena meskipun dengan keterbatasannya, mereka tetap berkarya, dengan mengajarkan masyarakat untuk belajar tentang bahasa isyarat,” kata dr Agung.

Agung, mengatakan, aksesibilitas komunikasi bahasa isyarat setiap wilayah memiliki kekhasannya serta pemaknaanya masing-masing, seperti halnya di Bandung, Jakarta, termasuk di luar negeri atau yang dikenal dengan American Sign Language (ASL).

Agung, menambahkan, Setelah berkomunikasi dan mempelajari langsung, juga tadi dijelaskan, ternyata, setiap wilayah punya budaya berkomunikasi bahasa isyarat, juga makna yang beda-beda.

“Jadi, tadi saya belajar masih tahap dasar ya, seperti mengenal bahasa isyarat, mengenal hari, bulan, dan tanggal, juga bagaimana memperkenalkan diri dan menyapa lawan bicara, dan masih banyak tahapannya,” kata dr. Agung.

Agung, menjelaskan, mempelajari bahasa isyarat sangatlah penting, terutama dalam hal memudahkan komunikasi dengan lawan bicara yang merupakan penyandang disabilitas, serta meningkatkan empati.

Selain itu, kata dr. Agung, dapat menstimulasi perkembangan otak karena mengasah aspek visual, verbal, dan kinetik secara bersamaan.

“Dalam jangka panjang juga akan meningkatkan kemampuan menyimpan memori yang lebih baik,” kata dr. Agung.

Agung Firmansyah, Anggota Komisi IV dan Badan Pembentukan Perda DPRD Kota Bandung dari Fraksi Partai Nasional Demokrat ini, menegaskan, Pada dasarnya, kaum penyandang disabilitas ini memiliki hak yang sama dengan kita.

“Maka, dengan kita mengenal bahasa isyarat selain memudahkan untuk bisa berkomunikasi dengan mereka, namun juga meningkatkan kemampuan otak kita untuk menyimpan memori berpikir lebih baik,” tegas dr. Agung.

Agung, berharap, pendidikan bahasa isyarat dapat diperkenalkan sejak dini, bahkan masuk dalam kurikulum pendidikan anak di sekolah, seperti halnya pendidikan bahasa asing yang sudah menjadi program pendidikan nasional.

“Saya pikir, bahasa isyarat ini harus masuk dalam program pendidikan di sekolah-sekolah di Kota Bandung. Sehingga tidak ada diskriminasi atau pembatasan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan untuk mendapatkan hak pendidikan sebagai anak bangsa, karena semua sekolah itu inklusif,” harap dr. Agung.

Aktivis Tuli Jawa Barat, Asri Anggraeni Putri, menjelaskan, Bahasa isyarat tidak hanya memainkan peran krusial dalam komunikasi sehari-hari bagi komunitas Tuli dalam berkehidupan bermasyarakat. Tetapi juga memastikan hak-hak komunitas Tuli dapat terpenuhi secara adil.

Asri, meminta, adanya perubahan nyata dari pemerintah untuk mewujudkan aksesibilitas fasilitas publik yang inklusif dan adil bagi penyandang disabilitas, khususnya komunitas Tuli.

Serta, pentingnya peran serta masyarakat dalam mendukung inklusivitas, sehingga hak-hak komunitas Tuli dapat diakui dan dilindungi dengan baik.

Asri, berharap, dengan dukungan kolaborasi dan sinergitas dari semua pihak, diharapkan terciptanya dunia yang lebih baik untuk para penyandang disabilitas.

“Kita semua harus berperan aktif dalam memastikan bahwa informasi dan layanan publik bisa diakses semua orang, termasuk komunitas Tuli, karena kesetaraan dalam akses informasi juga memfasilitasi setiap potensi adalah hak semua orang, tanpa terkecuali,” harap Asri. *Red

Komentar