27 September 1945: Perjuangan Heroik AMPTT dalam Merebut Kantor Pos Indonesia

KABARHARMONI | BANDUNG, – Ketika usia Pos Indonesia menjejak di angka ke-279, ada kisah heroik mencuat.

Terkait dengan bangunan tua di Jalan Cilaki Nomor 73, Bandung, yang terletak di samping kanan Gedung Sate.

Jelang Hari Bhakti Postel ke-80 pada 27 September 2025, bangsa Indonesia kembali mengenang perjalanan panjang perjuangannya.

Mengingat Sejarah yang Tak Pernah Bergeser

Bangunan Kantor Pos Indonesia ini bukan saja tentang sebuah bangunan yang berdiri kokoh lebih dari satu abad.

Lebih dari itu, bangunan ini telah berfungsi secara konsisten sejak pembangunannya pada 1920 hingga saat ini.

Namun, ada sejarah besar di baliknya. Gedung ini mempertahankan fungsinya sebagai kantor Post Telephone dan Telegram sejak awal hingga saat ini.

Baca Juga: PT Pos Indonesia Lakukan Rebranding Anak Perusahaan Menjadi PosDigi

Perjuangan Heroik AMPTT

Tata Sugiarta, Corporate Secretary Pos Indonesia, mengajak siapa saja menapak tilas sejarahnya.

Kita harus mengingat kembali pentingnya sejarah dalam melestarikan makna masa lalu.

“Sudah sepantasnya kita tak hanya wajib merawat gedung megah nan bersejarah itu, tetapi bagaimana menjaga Kantor Pusat Pos Indonesia itu tetap menjadi wahana terbaik bagi jajaran Direksi Pos Indonesia dan Sub Direktorat Keuangan serta Sumber Daya Manusia, terus berkarya bakti untuk Indonesia,” tegasnya.

Tugu Peringatan Pahlawan PTT

Tugu Peringatan Pahlawan PTT yang berdiri di depan gedung kantor mengabadikan catatan peristiwa bersejarah itu dengan jelas.

Tak hanya sebagai tetenger atau penanda. Tanggal 27 September 1945 akan selalu mengingatkan setiap orang tentang peristiwa penting itu.

Baca Juga: Pos Indonesia Perkuat Posisi sebagai Tulang Punggung Layanan Pos dan Logistik Nasional

Merebut Kekuasaan PTT

Ketika sekelompok pemuda berani yang tergabung dalam Angkatan Muda Pos, Telegrap, dan Telepon (AMPTT) berjuang mempertahankan dan merebut gedung Pos Indonesia.

Sebuah simbol perkembangan komunikasi antardaerah di Indonesia kala itu.

Menurut Tata, sejarah itu berawal dari momen penting setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pengambilalihan Kantor Pusat PTT

Soetoko, Slamet Soemari, dan beberapa pemuda PTT lainnya menggelar pertemuan penting pada 3 September 1945.

“Mereka sadar betul bahwa Jawatan PTT memiliki peran krusial dalam menyebarkan informasi dan menghubungkan seluruh wilayah Indonesia,” kata Tata.

Baca Juga: Gedung Grha Pos Indonesia Jakarta Resmi Dibuka, Simbol Baru untuk Masa Depan PosIND

Perundingan dengan Pihak Jepang

Merespons instruksi Jepang, Soetoko, Ismojo, dan Slamet Soemari berkumpul pada 23 September 1945.

Mereka menyusun strategi demi merebut kekuasaan PTT. Mereka mengambil keputusan penting untuk meminta Mas Soeharto dan R. Dijar berunding dengan pihak Jepang.

Pengibaran Bendera Merah Putih

Pada 26 September 1945, AMPTT membentuk kepengurusan. Mereka menunjuk Soetoko sebagai ketua.

Soetoko menunjuk Nawawi Alif, Hasan Zein, dan Abdoel Djabar sebagai tiga wakilnya untuk membantu koordinasi yang efektif dalam perebutan kekuasaan.

Baca Juga: Superstar Wedding Exhibition 2025: Lebih dari 3.000 Pengunjung Memadati Booth Pos Properti Indonesia

Perebutan Kekuasaan pada 27 September 1945

Akhirnya, hari yang dinanti itu tiba. Pada 27 September 1945, untuk kesekian kalinya, Mas Soeharto dan R. Dijar kembali berunding dengan pimpinan Jepang di Kantor Pusat PTT.

Hasilnya tetap sama, gagal. Pihak Jepang tidak mau menyerahkan kekuasaan begitu saja.

Pengakuan Kekalahan Jepang

Soewarno dan pasukan AMPTT melakukan pengepungan kantor dan pengambilalihan ruangan dari Jepang.

Mereka membuat pihak Jepang tidak berdaya. Akhirnya, para pimpinan Jepang dengan sukarela menyerahkan pedang mereka sebagai tanda menyerah.    Red

Komentar